Yth. Reza Idria

Doa Sewaktu Sakit

AKU tengah ditenung murung, diterjang malang. Aku kini terbantal, lemas dan cemas, sehabis dihardik tasik yang tiba-tiba berisik. Mohon bacakan doa-doa. Lalu si pemalu yang ragu-ragu dengan perasaan jingga, bersayap merah merona, ikut berlalu di sebalik amuk samudra raya. Jadilah aku  kini lelaki lama yang menyendiri.1 Mohon bacakan doa-doa
    Lenguh dari jauh itu benarkah dating dari-mu Reza Idria?   
    Yakinlah, termaktub dalam kitab, Yang Maha Mrngabulkan sudilah kiranya menguping senandung pejuang, yang gigih bertaruh, kendati tubuh merapuh, setelah didedah bah, yang menambah jumlah kesah. Aku ikut sakit, ikut bersimpuh, ikut mengeluh, Yang Maha Mengabulkan sudilah kiranya meluluskan pinta paling penting dalam sejarah hidup manusia. Dalam hidup-mu, Reza.
    Ada telaga embun, jadi basah dititis gerimis. Lalu sirna dicerca buana. Ada umat yang kelewat laknat, lalu dituntaskan Yang Maha Membereskan. Ada meteor jatuh, cahayanya yang segera menyusut, mengukuhkan kefanaan.
    Kulihat seribu burung dara bersayap abu-abu berombongan terbang ke barat, seperti hendak menyusul jejak surya, agar keremangan tidak cepat berganti kemurungan. Ketika fajar menyinsing, kulihat rombongan kelewar bersayap putih yang beterbangan ke barat, seakan mengejar langkah kegelapan yang tertatih-tatih. Sebenarnya tak ada yang perlu di buru, toh kegelapan dan pelita, datang dan pergi, silih berganti.
    Musibah dan keberuntungan sama beratnya. Dan kita mudah goyah menghadapi keduanya. Reza, aku pun pernah mercerap kepahitan dan kehilangan kepastian. Aku tidak bias menakar diri, kehabisan batu untuk mengobarkan bara. Aku ditinggalkan. Aku merasa selalu di tipu dan dibodohi. Diperas lebih keras dari romusha. Lalu keseru, kenapa Engkau berpangku tangan?.
    Bahkan aku pernah begitu takut membayangkan dan meneruskan perjalanan. Aku hanya bisa memohon dan memohon, moga segera dilunaskan kecemasan, diampunkan kehilafan, dipulihkan keyakinan. Aku merasa begitu dekat.
    Tapi di lain tempat, di lain keadaan, tak kuingat siapapun. Tahulah aku, ada kalanya sebatang pohon butuh rontok sebelum benar-benar rimbun dan rindang. Maka tegaklah, buang murung, pandang ke depan, ke pusat segala harap.

Jakarta, 2005   



*1  >> Dipinjam dari larik yang ditulis Reza Idria
*2  >> Sumber foto: feriandyundercover.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...