![]() |
Sekarang, kalian mengendap-ngendap. Menyelinap lewat beragam piagam. Mengeluarkan dalil melalui konvensi, dan kami dipaksa ikut meratifikasi. Melalui perundang-undang HAM, kalian menuding hidung kami yang tidak bengkok sebagai bar-bar yang biadab. Melalui kapitalisasi ekonomi, kalian menjadi nomenklatur yang terlalu banyak mengatur , mengeksplotasi, mengacak-acak. Ini adalah pelanggaran HAM. Kalian paksakan HAM kepada kami hanya menyangkut dosa-dosa kami. Bukankah eksploitasi dan pembodohan juga merupakan pelanggaran HAM? Hey para imprealis, maka terimalah ledakan bom itu.
Bukankah IMF itu rentenir internasional? Ironis, sekali tepuk tangan, langsung krisis moneter1. Bukankah WTO dibangun sebagai pilar monopoli, atau adakah istilah yang lebih tepat untuk menyatakan kemaruk kalian? Bukankah pasar bebas di rancang untuk kalian bebas mengobok-gobok harga diri kami, termasuk mengobok-gobok vagina puteri kami? Hei para imprealis, maka terimalah ledakan bom itu.
Kepalang sungsang, kadung semerawut, sudah terlanjur basah, biar semua belajar, kuhajar sebuah banjar di malam Oktober. Dan gegar, hari jadi haru. Jika kalian belum juga sadar, belum juga insyaf, bom-bom kami tengah hamil, beranak-pinak, siap meledak bila dibutuhkan.
Kutanya ia, kenapa kau ikut renggut saudara-saudara kita yang tidak berdosa. Imam itu menjawab, bencana dikirim Tuhan tak mengenal pangkat dan tempat. Moga saudara-saudara kita yang tidak berdosa, beroleh pahala!!!
Jakarta, 2005
1. Larik dipinjam dari puisi Atasi Amin berjudul IMF
2. Sumber foto: solusi--berpromosi.blogspot.com
Wauwwwwww
ReplyDelete