Bandung

DI kota ini regas bangsaku gemeretakan. Jelaga selingkuh di angkasa. Jalan-jalan pada bunting: Melahirkan lapak kaki lima, pedagang asongan, calo, hingga penjahat bermata satu. Di utara, hutan pinus hijrah ke dalam jambangan. Tahukah kamu mengapa bah menggelontor di bahorok? Menerjang kerongkongan yang kerontang? Dan kau tahu, kemarau jadi hantu yang bersarang disumur-sumur.
    Setiap sore hingga petang lingsir, aku harus bersedekah pada kaleng-kaleng kemiskinan yang memblokir trotoar. Dan kupu-kupu bertengger di ujung Braga, menghiasi kota jadi semeriah kembang api. Sumbi, pakaian adat mu tanah yang gembur lagi subur, petani-petani menyematkan butiran padi pada mahkota-mu, jadi manik berkilauan, keemasan. Benar kata orang, Tuhan menciptakan-mu saat tersenyum di pagi yang cerlang.   
     Kini kau bugil. Tubuh-mu sebatang-kara. Penuh borok, tempat orang-orang minum nanah. Ada rajah di lengan-mu. Engkau mencandu?
    Buah dada-mu di utara dan selatan, telah menggelambir seperti bukit puncrut. Sarat bercak: Rumah-rumah kardus, sampah, polisi lalulintas yang menyebalkan, jalanan sungsang, kemacetan, dan seterusnya. Aku mual, muntah-muntah, lalu pingsan.
    Aku masih ingat, ada sebuah celah tersembunyi di perbukitan Dago yang gembur, dengan hutan cemara yang rimbun dan ikal. Dari pusar bukit, mata air memancar, mengalir, membelah jantung kota. Itulah Cikpundung. Bung Karno dan pembesar Asia-Afrika melepas sepatu di sana, ingin meresapkan dengan kaki telanjang sejuknya rerumputan yang merumbai hingga ke pangkal paha-mu. Di pangkal paha-mu anak-anak mengemas jerami jadi perkemahan, membuat ketapel dari reranting kelor. Benarkah semuanya telah terkubur dan tak akan pernah kembali.
    Sumbi, celah itu telah jadi nganga, goa yang dizinahi anak-anak piatu: Kini kau ngidam relestat dari Parongpong ke Pasirlayung, dari Padalarang hingga Parakansaat. Dari rahim-mu bayi-bayi berlahiran untuk membunuh ibu kandungnya.
    Aku akan datang pada-mu, membawa sesaji dan kemenyan, pahat dan pusara. Ku ukir di batu nisa: Telah jatuh sebuah kota!


Jakarta, 2004


Sumber foto: djeblogg.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...