DARI ketinggian, aku hanya mampu melihat dari ketinggian, nampaklah puncak Jaya Wijaya yang sedang merenung. Megah sekaligus angkuh. Ingin kugapai namun tak terjangkau, sebagaimana juga sukma-mu yang bersikukuh di pedalaman, begitu bersahaja namun tak dapat diraba. Dari ketinggian pula, aku melihat danau Sentani yang eksotik dengan kaki bukit yang meliuk-liuk seikal rambut-mu, seperti ular naga sedang bermimpi. Tak mengapa, asal jangan pikiran-mu yang lawas dalam lelap
Toh aku bertemu dengan seseorang yang ajaib. Johanes Gluba Gebze namanya. Lelaki inspiratif yang kharismatik. Wajahnya memang mirip patung yang belum rampung diukir, tetapi pikirannya memancar selancar air mancur. Kulitnya sekelam nasib bangsa ini, namun pidatonya menguarkan pencerahan
Ia likat di hati masyarakat, dengan senyuman menawan menyapa anak-anak Merauke. Dan inilah anak-anak Merauke: semut hitam yang mendirikan sarang hingga 11 meter. Inilah anak-anak Merauke: kanguru yang diburu. Inilah anak-anak Merauke: daerah perbatasan yang terlupakan. Inilah anak-anak Merauke: masih tertinggal, namun lebih tepat, akuilah, mereka diajak untuk ditinggalkan. Direbut untuk kemudian dicampakkan
Lelaki itu bersabda di siang yang tenang: Biarkan kami selamat sesaat, menikmati langit tanpa awan kelam. Nun di sana, jiwa-jiwa yang masih melekat pada irama bumi, berjingkrak-jingkrak mengitari rumpun buah merah yang membawa berkah. Ketika kehidupan bergerak ke arah barat, di lepas Arafuru, bola dunia itu merakah seperti semangka merah, dan ubur-ubur bernyanyi, mengitari sebuah pulau asing
Sebuah pulau asing yang ditunggu bergantian oleh burung dara dan kalong. Selepas senja, burung-burung dara berjaga. Sepanjang siang, kalong-kalong bergelantung pada rindang flora. Tuan-tuan sekalian, para pejabat yang terhormat, kami yang bermukim di sumbu paling timur, dari ranah Nusantara yang luas, telah menjadi satwa yang setia, menjaga tugu 5.200 kilometer yang menjadi titik akhir lintasan republik. Kami tidak menuntut balas jasa. Kami hanya terharu membaca jiwa Tuan dan Puan yang sesungguhnya
Jakarta, 2005
No comments:
Post a Comment