Swan River

AKU pernah melihat perut sungai yang ajaib itu dari ketinggian King’s Park. Di suatu malam yang sarat firasat, ketika anjing letih menggonggongi sunyi. Ketika orang-orang menahan gejolak, setelah letih menggempur, lalu menyalakan lampion pengusir gundah. Merebaklah cahaya di sepanjang bibir sungai. Tampak dari kejauhan, setelah kuteliti setiap cahaya yang mengucap, sungai itu tiada lain memang berbentuk tubuh angsa. Kupikir, Tuhan selalu menciptakan karya yang ajaib. Begitu juga suara-mu di Kota Angsa, terdengar betapa ajaib. Suara-mu sejernih telaga, membawaku berhadap-hadapan dengan pemahaman baru: Tuhan menciptakan pantangan karena kasihan kepada manusia
    Maka aku pun pantang menyerah. Akhirnya bertemu dengan-mu, di suatu sore, di Plaza Senayan, di mana teori Marxist benar-benar terkubur. Tak seorang pun tergugah untuk sekedar mengenangkannya. Dunia pun menjadi gaduh, kepalsuan merebak, nafsu bergemuruh, dan manusia semakin kerasukan oleh sesuatu yang bernama kebebasan
    Atas nama kebebasan, tak ada yang bisa membendung-mu, apalagi hanya seorang penyair. Penyair dilahirkan untuk menambah jumlah pemimpi dengan nasib tak digubris. Maka kudengarkan saja kau mengikrarkan janji-janji: Aku akan membimbing-mu mendekat ke sorga!
    Sorga itu tidak ada. Tapi kudengarkan saja kau meracau. Mengulang janji-janji yang dulu juga. Kuiyakan saja, meski sadar hanya sekedar isapan. Toh aku sudah terbiasa dikibuli. Dan golongan yang paling banyak mengucapakan janji namun mengingkarinya ialah pemerintah. Maka lihatlah, berjubal-jubal rakyat sakit hati, berbondong-bondong memberontak. Bersama mereka, aku ikut membangkang
    Sampailah pembangkanganku pada sesuatu yang mereka sebut makar. Mereka terapkan siasat untuk memadamkan, termasuk memadamkan cintaku pada Tanah Air. Padahal kita semua tahu, sesungguhnya siapa yang telah mengkhianati amanat, siapa yang merusak bangsa, siapa yang menggerogoti kekayaan Negara? Itulah yang membuatku emosional dan liar. Pernah terlintas untuk membalaskan kebohongan mereka dengan kekerasan, mengganti utang mereka dengan pencemaran nama baik. Tapi segera aku tersadar, Tuhan yang Maha Ajaib itu, yang akan menuntaskan segala soal, bersabda padaku: Sabar, sabar, sabar!



Jakarta. 2005

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...