Traktat 06

DENGAN mengucap seribu terima kasih kepada para pemikir pendahulu, kepada Raja Ali Haji yang telah mempersatukan Nusantara yang tercerai-berai, dengan kata dan bahasa, maka aku mulai merangkai andai, meraut potlot untuk menggubah madah, lalu kutuangkan dalam kalimat yang liat, yang kusebut dengan traktat.

Inilah traktat itu, ialah kitab suci para nabi palsu, adalah undang-udang dasar para pendusta. Yakni sekelumit kalimat yang menggugat.

Pertama sekali, gugatan diajukan kepada diri sendiri, yang telah dan masih akan terus berjumawa-riya, untuk menggampar orang-orang takabur, karena sesungguhnya menyombongi orang-orang sombong ialah sedekah yang murah. Juga agar aku beroleh berkah, sekaligus perlindungan serta doa dari saudara sekalian, para pembaca yang budiman, supaya aku selamat di dunia dan akhirat.

Wahai pembacaku yang budiman, aku membutuhkan doa dan restu, karena tersirat firasat, traktat ini akan melahirkan kutukan resmi dari para pencela dan tukang tenung, sebab trakta ini nyata-nyata sedang menuding orang-orang linglung, menghujat aparat yang berbuat laknat, mencubit prajurit yang menyerupai jin iprit, menjotos politikus yang mulutnya bau kakus, mendamprat birokrat yang bejat, meneror diktator yang melahirkan koruptor, dan lain seterusnya.

Kepalang tanggung, traktat ini juga akan menghajar mahasiswa dan santri, akan menggurui agamawan dan ahli sejarah, juga akan menyunat oknum.

Terakhir, traktat ini adalah ungkapan perasaanku kepada-mu, sebagai apapun. Bila kau tempatkan aku sebagai orang gila, maka aku akan mencintai-mu dengan segala kegilaanku. Bila kau pandang aku sebagai musim semi yang syahdu, maka dengan semangat musim semi aku akan mencintai keseluruhan-mu.

Wahai pasanganku, pengantinku, penglimaku yang bermata mutiara, yang selalu memikat bila berbalut serba-cokelat, segeralah mengungsi ke ruang batinku, sebelum traktat ini aku ledakkan di tengah kerumunan monyet, himpunan babi, dan komplotan tikus yang tengah mengibar-ngibarkan panji syahwat sambil menghunus kelaminnya. Keonaran akan segera dibalas dengan keonaran traktat ini.

Kini aku mencangkung, berkacak pinggang, siaga di siang yang sempurna. Telangjang dan setengah kesurupan. Segera akan kusulut sumbu spirit, supaya traktat ini meledak sedahsyat bom atom Hirosima - Nagasaki. Tunggulah, serpihannya bakal mencerca, menjejalkan pengertian bahwa Yang Maha Ajaib masih mengendalikan matahari, menguasai laju air dan angin, melindungi komodo dan buaya, bahkan membiarkan setan berkeliaran. Kerumunan itu, himpunan itu, komplotan itu, akan segera sadar bahwa mereka tiada lain ialah setan alas.

Kekasihku, panglimaku, betapa aku mencintai-mu sampai-sampai aku selalu ingat diri-mu lahir pada warsa yang membuka babak-babak paling biadab dalam sejarah kitab-kitab. Cintaku, kau lahir ketika Pancasila dinyatakan sebagai asas tunggal yang lebih suci dari Quran atau Inzil, dari Veda maupun Bagavadgita. Tetapi dalam praktiknya, kesaktian Pancasila toh kalah oleh orat-oret kode buntut.


Jakarta, 2009

notice:
traktat nomor 8 ini masih akan direvisi, saya belum merasa sreg sepenuhnya, ide sadang stagnan. Saya akan menjadikan traktat no 8 ini sebagai preambule dari keseluruhan traktat yang sudah dan hendak kuselesaikan, sehingga mencapai 99 judul.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...