Traktat 03

Jika mereka-mereka saja bisa, tentu aku juga bisa bernyanyi. Para politikus dan calon legislatif telah bernyanyi dengan janji-janji palsunya, birokrasi telah bernyanyi dengan rencana-rencana korupsinya, anggota majelis ulama telah bernyanyi dengan hadis-hadis palsu dan fatwa-fatwa yang menyesatkannya.

Kali ini semua orang bernyanyi untuk mengusir sepi yang datang bagai penyihir berwajah buruk lagi menakutkan. Bocah-bocah baru melek saja sudah pandai bernyanyi dengan merdunya: aku kesepian justru di tengah keramaian.

Maka aku pun selalu ingin bernyanyi. Menyanyikan cinta tentunya. Tetapi apakah yang dinamakan cinta? Chairil Anwar salah mengeluarkan sabda: ini kali tak ada yang mencari cinta. Kutulis traktat ini untuk mengoreksi kesalahannya: kali ini justru semua orang begitu keranjingan mencari cinta. Mereka pergi ke mall, mengintip di sudut petang, pergi ke warnet membuka facebook, atau mengungsi ke kamar sambil mengoperasikan blackberry, untuk mencari sepenggal cinta. Suatu yang juga aneh, orang-orang pergi ke kuburan atau ke dukun, guna mendapatkan cinta.

Chairil memang salah, ia mengeluarkan fatwa: aku ingin merdeka dari segala cinta. Ketahuilah, orang-orang justru ingin dijajah oleh cinta. Ingin berdarah-darah demi cinta. Dan dengan lugunya, karena dikira kami dungu, mereka berujar: aku mencintai kalian, karena itu, cobloslah aku.
Lalu seperti biasa, aku merenung di pergantian tanggal. Aku begitu menyukai suasana di saat-saat menjelang perubahan, perubahan apapun. Aku pun perlu mengubah sisat perasaanku. Dulu-dulu, atau mungkin kemarin-kemarin, aku adalah orang yang begitu mencintai-mu, mencintai takdir sekalipun menyakitkan. Sekarang-sekarang, aku ingin menjadi orang yang netral saat berhadap-hadapan dengan-mu, sebagaimana laut selalu menjadi ibu kandung yang netral untuk seluruh ikan yang diasuhnya. Aku akan menjadi laut jika kau menempatkan diri sebagai ikan. Namun ketahuilah, laut juga berubah.

Orang-orang juga telah mengubah perasaannya. Kemarin-kemarin, orang-orang akan begitu malu bila dituduh miskin. Sekarang-sekarang, orang-orang justru dengan bangga mengaku miskin demi mendapatkan Bantuan Tunai Langsung. Dan para pemberi pengakuan palsu itu, sebagaimana juga calon legislatif palsu, atau ustad palsu, kemudian bernyanyi dengan merdunya: Tuan, bersedekahlah kepadaku, sebagaimana Nabi bersedekah kepada umatnya.

Maka kuulangi lagi sebuah kalimat yang entah pernah diucapkan atau dituliskan oleh beribu pemikir: Menghadapi pengemis, sungguh aku benar-benar jengkel. Memberi aku jengkel, karena seperti kata-mu, itu tidak mendidik. Tidak memberi juga aku jengkel, karena seperti Nabi, aku rajin berkoar: hey orang-orang, berdermalah untuk mematangkan rencana-rencana besar. Sebuah perencanaan yang agung harus diberangi dengan jiwa yang agung. Adapun jiwa yang agung, selalu yakin, tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah.

Jakarta, 2009

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...