Lalu kuputuskan berlibur ke timur, tidak untuk melupakan kiblat, juga bukan untuk meninggalkan solat, semata karena ingin lebih cepat menyongsong fajar. Aku juga ingin mengungsikan perasaanku ke hutan, supaya bisa bercengkrama dengan monyet yang sesungguhnya. Aku jengah di kota, linglung di belantara beton, muak pula diteror monyet-monyet yang wajahnya terpampang pada baliho, pada spanduk, pada poster, pada stiker, pada pamplet, pada reklame, pada koran, pada kaos oblong yang melekat ketat memamerkan lekuk tubuh sintal. Aku benar-benar terteror, maka kulayangkan pertanyaan ini: Kamu bukan monyet toh?
Ternyata di timur aku tetap terbentur, tidak bisa tidur, bangun kesiangan, dan nyaris lupa ingatan. Ini hari apa, tanggal berapa? Menjelang sepenggalah aku mandi dengan perasaan yang sangat tawar, perut lapar, lalu berjalan tanpa peta, dengan mengusung rasa murung yang menggila, rasa muak yang akut, rasa benci yang berlebih, namun akhirnya berubah jadi rasa iba yang tiada tara, manakala tatapanku tertumbuk pada papan reklame dengan kata-kata yang sepertinya ditulis oleh kelamin. Ini reklame yang senada, ada di mana-mana.
“Cobloslah aku, dijamin puas, semalaman cumun Rp1.000. Cobloslah generasi muda yang berani dan tidak munafik, yang lantang dan siap telanjang,” demikian bunyi kampanye pelacur cantik, belia, berjilbab warna partai.
Kutatap lekat-lekat pelacur belia itu. Aku jadi berdebar-debar, ser-seran, diserang birahi yang memusingkan. Aku memekik lalu berteriak: Baiklah, aku akan mecoblos-mu, mencoblos kebahagiaan semu, mencoblos janji-janji palsu, mencoblos harapan kosong, mencoblos hayalan yang jelas-jelas tidak akan terbukti.
Aku sedih. Betapa nestapa ada di mana-mana. Mungkin di hati-mu sedang bergemuruh, juga di hatiku. Di timur aku mabok karena telalu banyak ditawari kata-kata. Tapi aku lapar dan dahaga. Terpaksa kureguk kata-kata para pembohong yang sedang berdusta sekenyeng-kenyengnya. “Wahai rakyatku, aku ini keturunan Hidir, pewaris tongkat Musa yang syah. Aku sanggup mengusir kemiskinan hingga balik ke negeri asalnya. Tinggal membalikkan telapak tangan, harga BBM dan sembako akan runtuh. Syaratnya cuman satu: berikan suara-mu kepadaku!”
Benar saja, di mana-mana orang-orang sedang keranjingan berdusta. Keterampilan terbaik mereka saat ini ialah berdusta.
Tetapi di sebalik kesusahan selalu ada kemudahan. Di seberang keterhimpitan adalah keleluasaan. Di antara para pembohong yang berkeliaran, pasti ada seorang yang datang membawa kepastian, mengirimkan keteduhan, mengabarkan kebenaran. Dan kuharap, kamu tidak akan mendustai aku, bukan?
Ponorogo, 2009
Ternyata di timur aku tetap terbentur, tidak bisa tidur, bangun kesiangan, dan nyaris lupa ingatan. Ini hari apa, tanggal berapa? Menjelang sepenggalah aku mandi dengan perasaan yang sangat tawar, perut lapar, lalu berjalan tanpa peta, dengan mengusung rasa murung yang menggila, rasa muak yang akut, rasa benci yang berlebih, namun akhirnya berubah jadi rasa iba yang tiada tara, manakala tatapanku tertumbuk pada papan reklame dengan kata-kata yang sepertinya ditulis oleh kelamin. Ini reklame yang senada, ada di mana-mana.
“Cobloslah aku, dijamin puas, semalaman cumun Rp1.000. Cobloslah generasi muda yang berani dan tidak munafik, yang lantang dan siap telanjang,” demikian bunyi kampanye pelacur cantik, belia, berjilbab warna partai.
Kutatap lekat-lekat pelacur belia itu. Aku jadi berdebar-debar, ser-seran, diserang birahi yang memusingkan. Aku memekik lalu berteriak: Baiklah, aku akan mecoblos-mu, mencoblos kebahagiaan semu, mencoblos janji-janji palsu, mencoblos harapan kosong, mencoblos hayalan yang jelas-jelas tidak akan terbukti.
Aku sedih. Betapa nestapa ada di mana-mana. Mungkin di hati-mu sedang bergemuruh, juga di hatiku. Di timur aku mabok karena telalu banyak ditawari kata-kata. Tapi aku lapar dan dahaga. Terpaksa kureguk kata-kata para pembohong yang sedang berdusta sekenyeng-kenyengnya. “Wahai rakyatku, aku ini keturunan Hidir, pewaris tongkat Musa yang syah. Aku sanggup mengusir kemiskinan hingga balik ke negeri asalnya. Tinggal membalikkan telapak tangan, harga BBM dan sembako akan runtuh. Syaratnya cuman satu: berikan suara-mu kepadaku!”
Benar saja, di mana-mana orang-orang sedang keranjingan berdusta. Keterampilan terbaik mereka saat ini ialah berdusta.
Tetapi di sebalik kesusahan selalu ada kemudahan. Di seberang keterhimpitan adalah keleluasaan. Di antara para pembohong yang berkeliaran, pasti ada seorang yang datang membawa kepastian, mengirimkan keteduhan, mengabarkan kebenaran. Dan kuharap, kamu tidak akan mendustai aku, bukan?
Ponorogo, 2009
No comments:
Post a Comment