Keksaihku, aku tidak akan menukar desember dengan ember bocor, tidak akan membeli januari dari bandar lotre. Aku tidak akan menggembosi ban ambulance, tidak akan menaburi jalanan dengan paku. Aku tidak akan mempertanyakan janji-janji-mu di masa kampanye, tidak akan menyelidiki rumah bersalin tempat mobil mewah-mu dilahirkan. Aku tidak akan mengakali meteran PLN, tidak akan mengeluhkan pemadaman bergiliran.
Aku...
Traktat 06
DENGAN mengucap seribu terima kasih kepada para pemikir pendahulu, kepada Raja Ali Haji yang telah mempersatukan Nusantara yang tercerai-berai, dengan kata dan bahasa, maka aku mulai merangkai andai, meraut potlot untuk menggubah madah, lalu kutuangkan dalam kalimat yang liat, yang kusebut dengan traktat.
Inilah traktat itu, ialah kitab suci para nabi palsu, adalah undang-udang dasar para pendusta....
Traktat 05
Benarkah ada satu harga yang mesti kita bela? Apakah itu?
Siang tidak pernah menghardik sekalipun terik mencekik. Perasaan yang murung membuat segala terasa menyiksa. Aku jadi gelisah. Pada keraguan yang menggenang, aku merenung ulang. Apa benar aku harus menjadi pembela ketika semua yang harus dibela sudah tidak membutuhkan pembelaan, ketika orang yang membutuhkan dukungan menolak ungkapan perhatian...
Traktat 04
Kau marah kepadaku, juga ibuku, ibu kita Kartini, Sarinah, Femina, Dewi, ketika kupukul rata semua perempuan cenderung menjadi pelacur sedang lelaki selalu ingin menjadi nabi palsu. Lihatlah dalam-dalam ke dalam kenyataan, diterpa angin peradaban yang berhembus buas, bendera perasaan-mu berkibar-kibar telalu kencang, hingga robek bagai dicabik-cabik. Perasaan-mu jadi tidak berbentuk. Pernyataan...
Traktat 03
Jika mereka-mereka saja bisa, tentu aku juga bisa bernyanyi. Para politikus dan calon legislatif telah bernyanyi dengan janji-janji palsunya, birokrasi telah bernyanyi dengan rencana-rencana korupsinya, anggota majelis ulama telah bernyanyi dengan hadis-hadis palsu dan fatwa-fatwa yang menyesatkannya.
Kali ini semua orang bernyanyi untuk mengusir sepi yang datang bagai penyihir berwajah buruk...
Traktat 02
Lalu kuputuskan berlibur ke timur, tidak untuk melupakan kiblat, juga bukan untuk meninggalkan solat, semata karena ingin lebih cepat menyongsong fajar. Aku juga ingin mengungsikan perasaanku ke hutan, supaya bisa bercengkrama dengan monyet yang sesungguhnya. Aku jengah di kota, linglung di belantara beton, muak pula diteror monyet-monyet yang wajahnya terpampang pada baliho, pada spanduk, pada...
Traktat 01
Juga setelah memeriksa ulang catatan tentang Tuhan, Tahun, Hutan, Hantu, dan orang-orang yang menggiurkan atau memuakkan, begitupun tentang segala kemungkinan. Kupelajari arah angin dan gelagat musim yang berubah drastis, kuukur suhu udara dan tekanan gravitasi bumi yang mencemaskan, kutimbang nilai sebidang tanah dan harga seliter air yang menjadi kabar terpercaya bahwa peradaban sudah tidak bisa...
Subscribe to:
Posts (Atom)